
Berbicara mengenai prostitusi, tentu kita tidak bisa melewatkan pembahasan mengenai peradaban manusia. Kenapa? Ya karena ternyata hal ini telah eksis sejak dahulu kala. Jadi saat ada banyak pihak, terutama pemerintah, membuat program untuk ‘membersihkan’ mereka, hal ini bagai isapan jempol belaka. Bukannya memberi ide untuk membebaskan prostitusi, tapi kita juga tetap harus melihat fakta bahwa bahkan orang-orang hebat zaman dahulu saja gagal menghapus prostitusi dari muka bumi.
Nah, kali ini Hipwee Boys ingin mengungkap eksistensi atau keberadaan wanita tunasusila dan prostitusi yang telah mengakar dari masa ke masa. Jadi bukan tentang menentang atau mendukung prostitusi, tapi tentang fakta bahwa kita sudah hidup berdampingan selama ribuan tahun dan oleh karena itu sudah saatnya mengganti pendekatan kita pada mereka. Sebelum komentar, selesaikan dulu bacanya, ya! Mari berdiskusi!
Dalam sejarahnya, sebelum ada sistem barter, prostitusi sudah ada terlebih dulu. Inilah transaksi tertua di dunia

Prostitusi 1955 di Chicago. via gettyimages.com
Konon, kalimat “Prostitusi merupakan profesi tertua di dunia” sudah digunakan sejak tahun 1900. Kalimat ini telah lama menjadi perdebatan panjang. Dikutip dari Slatecom, antropolog dari Universitas Chicago, Don Kullick, mengatakan bahwa prostitusi sudah ada sejak awal mula peradaban manusia. Tapi kalau menjadi profesi tertua, belum ada yang tahu soal ini. Satu yang pasti, prostitusi merupakan transaksi tertua di dunia.
Dari Nationalgeographic, bukti sahih bahwa prostitusi sudah ada sejak awal peradaban manusia dapat dilihat dari naskah Alkitab. Dijelaskan pula Raja Salomo memiliki 700 istri dan 300-an gundik, sementara tentara Israel juga memiliki banyak istri dan selir. Pada masa itu, para wanita tunasusila ini dapat ditukar dengan apapun (sistem barter). Setelah sistem barter tergeser dengan keberadaan alat tukar seperti emas, batu mulia, dan koin, mereka membayar jasa para WTS dengan koin sesuai dengan kesepakatan.
Maraknya perang di dunia ini, menyebabkan prostitusi semakin meluas. Impitan finansial menjadi alasan kuat berkembangnya pekerjaan ini

Impitan ekonomi. via www.pinkblog.it
Keberadaan wanita tunasusila nggak akan mungkin hilang, bagaimanapun caranya. Dari masa ke masa, ‘perkembangan’ profesi ini kian meningkat. Sebenarnya, bukan karena minat dan kemauan mereka dalam menggeluti dunia ini. Melainkan karena impitan ekonomi yang memang semakin sulit untuk dilawan. Saat ini orang harus berusaha sangat keras bahkan saat mencari pekerjaan.
Memang kesannya klise kalau menyebut ekonomi menjadi alasan satu-satunya, tapi bagi beberapa orang yang bergelut di bidang ini, memang itulah satu-satunya alasannya. Permasalahan ekonomi bukanlah permasalahan sepele yang bisa diselesaikan satu dua hari, ini permasalahan yang butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk menyelesaikannya.
Secara alami, prostitusi itu seperti prinsip ekonomi. Selama masih ada permintaan, pasti selalu ada penawaran

Supply and demand. via netease.com
Terlepas dari masalah perang yang memang sering menjadi alasan utama seorang perempuan memilih pekerjaan ini dan impitan ekonomi yang kian keras, eksistensi wanita tunasusila ini nyata adanya. Artinya, tanpa ada perang pun, profesi ini akan tetap tumbuh dan berkembang. Mengilhami prinsip ekonomi, anggaplah protitusi itu sebuah komoditas, maka protitusi itu seperti supply dan demand. Selama masih ada permintaan, pasti akan ada penawaran. Penawaran akan semakin tinggi jika permintaan semakin tinggi, dan sebaliknya.
Nggak salah kalau kita merepresentasikan prostitusi dengan prinsip ekonomi. Sebab, nggak perlu dimungkiri lagi, masih banyak orang-orang yang bahkan nggak cuma kaum Adam membutuhkan jasa pelayanan seksual. Sebagai catatan, fenomena permintaan ini kian hari kian meningkat, setelah adanya penghapusan bisnis prostitusi. Artinya, supply nggak sebanding dengan demand. Tapi jangan salah, bisnis ini nggak benar-benar hilang loh.
Menghancurkan wisata birahi ini adalah mustahil. Relokasi lokalisasi lebih terlihat nyata sebagai solusi

Pindahin! via independent.co.uk
Ya, bisnis atau profesi ini nggak akan mungkin bisa dihancurkan atau bahkan dihapuskan. Mau bagaimanapun caranya, wisata birahi ini akan tetap nyata keberadaannya. Betapa sulit untuk menghancurkan eksistensi sebuah komoditas yang menggiurkan (meski dilakukan karena terpaksa). Seperti beberapa kasus yang telah terjadi sebelumnya, seperti Saritem (Bandung), Gang Dolly (Surabaya), hingga Kalijodo (Jakarta). Kamu yakin semua wanita tunasusila di ketiga tempat ini telah tiada? Kalau lapaknya, mungkin sudah tidak ada. Tapi bagaimana dengan mereka semua? Mereka tetap eksis di dunia yang telah lama mereka geluti. Terbukti, masih ada cara aman untuk menghindari razia petugas keamanan ketika mereka sedang bertransaksi; via online. Toh, sekarang apapun mudah untuk didapatkan secara online, bukan?
Mungkin satu cara yang paling tepat adalah dengan merelokasinya. Memindahkan semua kegiatan prostitusi dalam satu wadah. Hal yang telah diwacanakan pemerintah DKI Jakarta yang beberapa waktu lalu berencana memindahkan prostitusi ke Kepulauan Seribu. Rasanya tepat sih, kalau merelokasikannya ke sana. Sebab, hanya orang-orang yang nggak mager dan punya banyak duit yang akan meluangkan waktunya untuk ‘jajan’ di Kepulauan Seribu. Terlebih lagi, dari segi ekonomi, masyarakat sekitar bisa meningkatkan isi dompet mereka dengan menyewakan perahu atau bahkan hotel-hotel melati di sana. Bagaimana menurutmu?
Kasus nyata ada di Timur Tengah. Bahrain dan Uni Emirat Arab menjadikan sebuah tempat khusus untuk wisata malam

Prostitusi di Syiria. via expres.cz
Jangan salah, meski negara-negara di Timur Tengah terkenal akan mayoritas umat muslimnya, ternyata mereka memiliki ‘destinasi wisata’ yang sangat terkenal di dunia. Bahrain menjadi negara yang maju karena industri dan pariwisatanya. Nggak perlu ditutupi lagi, pariwisatanya yang paling mencolok adalah wisata birahi dari para wanita tunasusila yang didatangkan dari luar negeri, seperti Tiongkok hingga Thailand. Bahkan, di Uni Emirat Arab pun, mereka memiliki sebuah tempat khusus untuk melancarkan bisnis prostitusi ini. Dubai menjadi tujuan kebanyakan para turis pria di UEA. Dan di kota ini, prostitusi dianggap sebagai hal yang biasa.
Mungkin beberapa orang akan mengutuk apa yang terjadi di UEA karena memang hal ini adalah salah jika menurut agama. Namun dunia saat ini adalah dunia sekuler di mana agama sudah memiliki jarak dengan ekonomi dan politik. Jika dilihat dari sisi itu, pemerintah UEA menunjukkan sebuah keputusan strategis yang malah lebih berguna secara ekonomi buat rakyat banyak. Itulah kenyataan pahit yang semua orang harus sudah mulai belajar menerimanya saat ini, bahwa prostitusi tidak akan pernah bisa dihilangkan dari bumi ini sampai kiamat.
Nah, mau bagaimana juga, keberadaan prostitusi dan wanita tunasusila ini akan tetap eksis. Sekeras apapun kita mencoba menghapuskannya dari kehidupan, jasa seperti ini nggak akan musnah. Toh, mereka nggak mengganggu kita, bukan? Masalah penyakit menular, harusnya kita bisa lebih menjaga diri kita sendiri. Jangan menyalahkan mereka yang bekerja demi melanjutkan hidupnya.